Monday, February 09, 2009

Tambal - tampal - tempel

Kalau ban mobil anda bocor di Jakarta, maka yang akan anda lakukan adalah mecari tukang "tambal ban".

Kalau bocor ban ini terjadinya di Medan, maka yang harus anda cari adalah tukang "tempel ban". Masuk akal ... karena untuk maksud menanggulangi kebocoran itu ... orang akan "menempelkan" sesuatu pada yang bocor itu.

Lain lagi di Palembang yang secara geografis berada di ANTARA Medan dan Jakarta. Kalau ban mobil anda bocor di Palembang ... anda harus mencari tukang "tampal ban".

Perhatikan bahwa bunyi "tampal" berada di ANTARA bunyi "tambal" dan "tempel". Pekerjaannya begitu-begitu juga.

BSet
(Dikirim ke milis ITB74, 29 Mei 2002)

Bulan bahasa : influx bhs Indonesia dalam bhs Inggeris

Saya pernah baca dalam suatu tulisan berbahasa Inggeris, suatu frase seperti berikut : "little by little". Penulisnya bukan orang Indonesia. Terbersit kecurigaan bahwa ini adalah terjemahan dari "sedikit demi sedikit." Group musik Oasis sekarang punya lagu baru berjudul Little by Little.

Lalu dalam suatu surat dari perusahaan asing di Indonesia, ada frase sebagai berikut : "Thank you in anticipation to your good cooperation" atau "Thank you in advance." Mungkinkah ini terjemahan dari "Sebelumnya kami ucapkan terima kasih" atau "Terima kasih sebelumnya."

Dalam suatu iklan dari Amerika ada :"No pain no gain." Mungkinkah ini terjemahan dari "Jer basuki mawa bea."

Pidato orang Afrika akan dimulai dengan "Brothers and sisters ..." Mungkinkah ini pengaruh dari pidato Bung Karno yang sejak dulu yang selalu dimulai dengan "Saudara-saudara ..." Malahan sekarang orang Afro-Amerika selalu memanggil satu sama lain dengan
brother atau sister. Jadi mirip orang Ambon yang saling panggil broer atau zus dengan sesamanya.

Ini suatu ide saja. Bagaimana kalau dalam berhubungan dengan orang luar kita selipkan peribahasa Indonesia yang sudah diterjemahkan. Lihat contoh di bawah. Kalau anda ketawa karena konyolnya ide ini, paling tidak saya sudah menghibur anda.

>> Little by little finaly become a hill
>>>> Sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit
(kesamaan bunyi di akhir harus diperhatikan)

>> On a stone the water fall, at the end it has a dimple
>>>> Cikaracak ninggang batu, lila-lila jadi legok

>> United we are strong, breaking up we are down
>>>> Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh

>> One tree fall, a thousand sprout come out
>>>> Mati satu tumbuh seribu

Ada yang mau menambahkan ?

Saya pernah baca di satu posting milis ini, katanya ada yang punya terjemahan tepat untuk Tut Wuri Handayani.

BSet

(Dikirim ke milis ITB74, 8 Oktober 2002)

Bulan bahasa : influx kata bhs Indonesia dalam bhs asing

>> Amok
Berarti ada orang yang mengamuk di tempat ramai (pasar misalnya) tanpa alasan yang jelas.

>> Orang utan
Sejenis primata khas Kalimantan Indonesia


Dalam bahasa Belanda :

>> toko
"Het is jouw toko" artinya "That is your business. Itu urusanmu."

>> binatang
Berkelakuan kejam. "Hij is binatang."

Ada yang bisa menambahkan ?

BSet
(Dikirim ke milis ITB74, 23 Oktober 2002)

Kata ganti orang

Seperti yang kita pernah pelajari, kata ganti orang pertama tunggal adalah saya, aku, beta, gua, atau ane. Sedangkan kata ganti orang kedua tungal adalah anda, kamu, engkau, elu atau ente.
Pada waktu kita kecil, kita mungkin memakai nama sendiri untuk kata ganti orang pertama tunggal. Misalnya Wawan berkata : "Mamah, Wawan mau makan." (Kesamaan nama dengan pembaca adalah kebetulan, bukan disengaja).
Tapi orang dewasa ternyata ada juga yang melakukan hal yang sama. Misalnya seseorang bernama Ahmad berkata seperti berikut di tv : "Sebelum longsor terjadi, Pak Ahmad mendengar suara gemuruh datang dari atas sana." Biasanya kasus seperti ini terjadi di Jawa Barat.
Secara umum, lintas daerah, saya perhatikan hal ini banyak terjadi pada wanita. "Sinta sekarang belum ada waktu, tapi nanti malam Sinta bikin laporannya deh Pak. Mohon sabar ya pak."
Untuk kata ganti orang kedua tunggal, di antara kita ada juga yang memakai pola yang sama. Alih-alih memakai kata "anda", seorang office boy berkata : "Pak Bambang ... Pak Bambang mau minum kopi atau teh ?"
Tadinya saya pikir hal ini akan menyulitkan orang asing yang belajar bahasa Indonesia. Ternyata tidak. Ada orang Belanda (yang bakat bahasanya kuat), bicara langsung dengan Pk Gunawan seperti berikut :"Saya mengharapkan sekali Pk Gunawan dapat hadir dalam pesta kami besok." Sambil menunjuk dengan jempol.
Orang Amerika juga mestinya gampang membiasakan diri, karena kebiasan ini mirip dengan native American, orang Indian. Misalnya, Sitting Horse berkata : "Sitting Horse tidak mau lagi berunding dengan kulit putih. Kulit Putih suka berbohong."

BSet
(Dikirim ke milis ITB74, 7 Januari 2004)

Bahasa Empat Negara

Sekitar 20 tahun yang lalu, ada sebuah pertemuan nasional yang membahas Bahasa Indonesia. Pertemuan tesebut dihadiri juga oleh utusan dari negara tetangga, yaitu Singapur, Malaysia dan Brunei. Dalam pertemuan tersebut oleh peserta dari luar Indonesia, dikemukakan gagasan untuk membangun satu bahasa yang merupakan gabungan dari Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu (yang penuturnya ada di tiga negara tersebut di atas). Bahasa baru tersebut diusulkan untuk diberi nama Bahasa Nusantara. Gagasan tersebut ditolak oleh Pak Harto. Mungkin argumen beliau : kalau mau gabung silahkan saja, tapi nama Bahasa Indonesia jangan hilang.
Saya berandai-andai, kalau saja waktu itu gagasan Bahasa Nusantara disetujui dan difasilitasi, maka sekarang penerbitan buku di Indonesia akan lebih marak karena buku kita bisa dijual di negara tetangga yang nota bene pendapatannya jauh lebih tinggi dari Indonesia. Penulis novel seperti Kang Jamal temen kita, akan menerima lebih banyak royalti. Dosen-dosen kita pun akan rajin menulis buku karena bisa dijual di luar negeri dengan harga lebih tinggi. Saya cukup yakin, dengan potensi penulis Indonesia (sastra, teknik, agama, filsafat), kita dapat memperoleh manfaat ekonomi dari mengekspor buku ke Malaysia, Singapur atau Brunei.
Menurut saya, "penggabungan" bahasa ini tidak usah melalui jalur formal. Dengan "pergaulan" yang lebih intim kita bisa membinanya. Tapi faktanya sekarang orang Indonesia cenderung untuk menertawakan orang Malaysia yang berusaha bicara Bahasa Melayu dengan kita, sehingga mereka cenderung memakai bahasa Inggeris. Jadi kita harus mengikis kebiasaan menertawakan ini. Saya pernah mendengar teman tertawa ketika seorang Malaysia mengucapkan yang berikut : Datanglah ke bilikku. / Minta teh limau. / Apa lucunya?
Kita punya segudang istilah-istilah bikinan kita sendiri dan menyebutkannya seakan-akan itu diucapkan oleh orang Malaysia : rumah sakit korban laki-laki (rumah sakit bersalin), askar tak berguna (veteran), pasukan bergayut (pasukan payung), setubuh bumi (tiarap). Saya cukup yakin kata-kata itu peninggalan dari jaman Dwikora. Seorang Malaysia yang cukup berumur menegaskan bahwa tidak ada kata-kata itu. Sebaiknya kata-kata itu kita kubur dalam-dalam saja.
Yang bisa saya bayangkan, penggabungan bahasa di empat negara ini dapat terjadi dengan cara (1) menyamakan pola pembentukan istilah, (2) saling pinjam istilah, sehingga padanan kata-kata (sinonim) akan makin banyak, (3) produk media masa (elektronik dan cetak) diedarkan lintas batas negara, (4) bahan bacaan (berbagai jenis) diedarkan juga lintas batas negara. Dengan demikian masyarakat akan makin terbiasa dengan pemakaian kata-kata di tiga negara lain.
Yang saya ketahui lewat pengamatan sendiri, film Indonesia dijajakan oleh Turino Junaedi (produser dan sutradara) di Malaysia. Ada beberapa film hasil kerjasama Iantara Malaysia dan Indonesia. Ada beberapa lagu Indonesia yang populer di Malaysia, atau sebaliknya. Atau, ada musisi Indonesia yang populer disana (Sheila on 7) atau penyanyi Malaysia yang populer di sini (Sheila Madjid dan Siti Nurhalizah). Ada film seri bikinan Singapur yang diputar disini (tapi memakai Bahasa Inggeris). Koran dan majalah belum pernah kelihatan. Buku baru buku komik seri Lat, yang banyak dibicarakan disini. Public speaker dari Malaysia kadang-kadang manggung di Jakarta (termasuk mantan PM Mahathir Muhammad).
Ada satu judul lagu Sheila on 7 yang ditolak Malaysia "Pejantan Tangguh". Menurut saya itu masuk akal. Dalam Bahasa Indonesia pun kata "pejantan" dipakai untuk sapi, kuda atau anjing yang tugasnya menghamili betina. Jadi, kayaknya lebih relevan kalau istilah ini dipakai dalam buku mengenai peternakan, bukan unuk judul lagu.
Kita, orang teknik, berpotensi untuk memberi kontribusi pada "penggabungan" ini, asalkan kita konsisten dalam pembentukan istilah teknik. Kalau diperlukan istilah baru, Malaysia cenderung untuk mengambil kata dari Bahasa Inggeris, lalu diganti ejaannya (spelling) sehingga lebih mirip dengan lapalnya (pronounciation). Misalnya "agent" menjadi "ejen" (kalau tidak salah ingat). Bisa dicontoh pola Dr Tata Surdia yang saya baca dalam buku tulisannya : Ilmu Logam. Suffix "-ability", beliau terjemahkan menjadi "keter-". Jadi, "weldabilty" beliau terjemahkan menjadi "keter-las-an", karena "weld" sudah ada terjemahannya yaitu "las". Kalau kita konsisten dengan pola seperti ini, maka orang luar akan suka mempelajari dan berbicara dalam Bahasa Indonesia.
Anda yang sering keluar masuk Malaysia dapat memberi buah-tangan berupa buku atau majalah pada rekan bisnis Malaysianya. Pulang dari Malaysia, anda dapat membawa oleh-oleh berupa komik Lat. Dengan demikian, kita akan membuat kontribusi untuk membangun saling pengertian dalam bidang bahasa. Kalau Eropa bisa punya satu mata uang, mengapa empat negara ini tidak bisa mempunyai satu bahasa suatu hari nanti.
(Dikirim ke milis IA-ITB, 17 Juli 2006)